Jumat, 08 November 2013



Hal Kecil Yang Kecil Membawa Perubahan



      Sebenarnya kita tahu, bahwa segala hal yang besar itu bermula dari hal yang paling kecil. Namun tak banyak yang mengerti bagaimana hal kecil bisa mendatangkan sesuatu yang besar ketika kita melakukan hal yang besar justru tak mendatangkan apa-apa. Kisah berikut, semoga bisa menginspirasi kita bahwa tak ada sesuatu pun yang akan sia-sia bila kita melakukannya dengan sukacita.
Seperti biasanya, seorang Gadis yang tinggal bersama neneknya, menyapu seluruh halaman di depan rumah. Neneknya selalu berkata agar halaman tak perlu dibersihkan, karena daun pepohonan pasti akan berguguran dan mengotori halaman lagi, “Sudah jangan disapu lagi, biarkan saja, cukup sapu bagian dalamnya saja.” ujarnya. Namun Gadis hanya tersenyum mendengar keluhan yang bukan pertama kali ia dengar dari neneknya itu.
Tiba sore hari saat Gadis sudah pulang dari bekerja, Neneknya menghampiri dan meminta ia untuk mengambilkan daun di pekarangan. Namun sepertinya Nenek sudah menunggu cukup lama hingga ia merasa kesal dan akhirnya menyusul kesana.
Gadis : “Nenek, kenapa kesini? Tunggu saya sebentar lagi.”
Nenek : “Ini sudah gelap. Kamu sedang apa?”
Gadis pun tersenyum sendiri dan memperlihatkan sesuatu pada Neneknya. “Nenek, bagus, kan?”
Nenek yang terkejut kembali bertanya, “Kapan kamu membuatnya?”
Gadis menjelaskan, “Setiap kali saya menyapu halaman, dedaunan kering itu saya kumpulkan, Nek. Kalau senggang, ya ini yang saya lakukan. Tapi sayang, ini belum sepenuhnya selesai, Nek. Tunggu sedikit lama lagi, ya.”
Rupanya gadis itu membuat sebuah kerajinan unik yang ia buat dari dedaunan kering dan menempatkannya sebagai hiasan tembok di pekarangan belakang rumah. Satu persatu dedaunan kering direkatkan ke tembok. Dan kini, karyanya mendekati sempurna. Selain itu ia kembali menjelaskan,
“Lagipula Nek, halaman depan rumah itu kan muka saat tamu akan bertandang kerumah kita. Walaupun pekerjaan hanya akan sia-sia, tapi bukankah lebih baik ketimbang hanya memandanginya saja? Semakin hari halaman tentu akan semakin kotor, bila kita sama sekali tidak perlahan-lahan membersihkannya.”
Ya, menyapu pekarangan rumah merupakan aktivitas rutin yang dilakukan setiap hari. Sebagaimana rumah yang bisa kapan saja kotor, begitupun halnya dengan diri kita. Bersihkan diri dari rasa benci, dendam, iri dan dengki kepada sesama. Keburukan yang tumbuh sedikit demi sedikit tanpa kita berusaha memperbaikinya, maka suatu saat akan menjadi keburukan besar dan bukan tidak mungkin justru kita sendiri yang akan menanggung akibatnya.
Bersikaplah sedikit lebih sabar saat orang lain menyakiti kita, karena itulah cara agar hal-hal kecil tak menjadi bom waktu bagi diri kita sendiri. Maka, hari-hari ini adalah waktu yang tepat dimana kita bisa selalu belajar untuk bisa lebih baik lagi dan selalu membawa perubahan sekalipun itu bermula dari hal yang kecil.
Dan juga melalui kisah ini kita belajar bahwa sesuatu yang nampaknya tak berharga pun bisa menjadi persembahan istimewa saat kita memperlakukannya dengan sukacita. Sebaliknya, banyak hal-hal berharga yang awalnya kita anggap spektakuler  justru pada akhirnya terlihat biasa saja. So, maknai hidup ini dengan bijaksana dan berusahalah untuk mengambil pelajaran hidup sekecil apapun itu.

http://hyve.gmcdn.net.s3.amazonaws.com/Ssad_girl_350_234.png


Seberapa Kita menghargai Hidup Ini

     Dikisahkan seorang perempuan berusia tujuh belas tahun yang hidup sebatang kara bernama Bunga dengan latar pendidikan hanya sampai kelas 4 SD merasa bahwa hidupnya sudah tidak memiliki masa depan yang cerah. Bunga berpikir siapa orang yang mau dengan senang hati menerima dia bekerja setidaknya sebagai buruh kasar dengan keadaannya yang seperti ini. Dengan berbagai pemikiran yang bergelut di kepalanya, dia pun berjalan tanpa tujuan di tengah kota. Sampai pada akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena dia beranggapan hidup ini sudah tak berarti lagi baginya.
Dia pun mencoba untuk menabrakkan dirinya pada sebuah mobil dan seketika itu juga ada seorang anak kecil yang menyelamatkan hidupnya. Anak kecil yang berprofesi sebagai pemulung sampah itu pun berkata pada Bunga, “Kakak, jangan lakukan itu lagi ya. Itu nggak baik, Kak. Nyawa kakak justru lebih penting.” Bunga pun pergi begitu saja dan meninggalkan anak kecil itu tanpa sedikit pun menoleh ke belakang.
Kali ini Bunga melihat kesempatan lain. Bunga melihat sebuah gedung tinggi menjulang. Dia pun berpikiran untuk mengakhiri hidupnya dengan terjun dari lantai teratas dari gedung tersebut. Dia menaiki tiap tangganya dan setibanya di atap gedung, Bunga tidak berpikir panjang dan langsung mencoba bunuh diri. Tiba-tiba ada seorang nenek tua yang menarik baju Bunga. Nenek itu pun berkata pada Bunga, “Kenapa kamu melakukan itu, Nak? Hidup kamu jauh lebih berharga daripada kamu hanya membuangnya begitu saja.” Bunga kembali mengacuhkan perkataan sang nenek dan pergi meninggalkan sang nenek tanpa sepatah kata apapun.
Sebuah ide terlintas di benak Bunga, karena ada banyak orang di tengah kota lebih baik baginya untuk bunuh diri di tempat yang sepi. Dia pun memutuskan untuk menggantung diri di sebuah pohon yang ada di dekat gubuk tempat tinggalnya selama ini. Bunga lalu mencari sebuah tali yang akan diikatkan pada ranting pohon.
Ketika dia selesai mengikat dan memasukkan kepalanya, tiba-tiba ada anak seusianya yang menghentikan ide gilanya itu. Anak itu pun berkata pada Bunga, “Coba kamu pikirkan akibat dari perbuatan kamu. Jika kamu bunuh diri di sana, maka orang-orang tidak akan bisa lagi berteduh dari teriknya matahari karena ada yang pernah bunuh diri di pohon itu.”
Bunga pun akhirnya kembali ke gubuknya dan termenung untuk sesaat. Dia kembali mengingat perkataan yang dilontarkan ketiga orang yang ditemuinya dalam pencobaan bunuh diri tadi. Perlahan dia sadar, meskipun ketiga orang yang ditemuinya memiliki jalan hidup yang tidak berbeda jauh dari hidupnya tapi mereka masih berusaha untuk menjalani hidup ini dengan ikhlas.
Sobat Gemintang, dari kisah di atas kita bisa belajar jika kita masih menjalani hidup ini dengan terus menerus mengeluh pada apa yang terjadi dalam hidup kita, maka kita akan menutup mata dan telinga untuk orang-orang di sekitar kita.
Kita akan jauh menghargai hidup jika kita bisa mengisi hidup kita dengan giat berusaha dan tetap menghargai kehidupan yang kita jalani. Mengapa kita harus menghargai hidup kita? Karena pasti ada rancangan indah di balik semua perjalanan yang harus kita lalui semasa kita hidup di dunia. So, hiduplah dengan optimis maka kita bisa menghargai betapa berharganya hidup kita.






 Bukan Melihat Sampulnya




  Dikisahkan seorang pemuda berumur 27 tahun yang bekerja disebuah perusahaan properti, berangkat kerja dipagi hari dengan menggunakan sepeda motornya. Setiap hari senin hingga jum’at, pemuda tersebut selalu berangkat kerja melewati perempatan lampu merah yang terkadang sering macet itu. Diujung perempatan tersebut, ia sering menghentikan motornya dan mampir ke sebuah lapak koran untuk membeli koran harian yang biasa ia baca.
Si penjual koran yang sudah terlihat tua dan seringkali berpakaian lusuh, hafal dengan pemuda yang menjadi salah satu langganannya itu. Setiap kali si penjual melihat warna atau nomor plat motor si pemuda, penjual koran ini sudah bersiap-siap menyediakan koran yang akan dibelinya. Dan begitulah rutinitas yang terjadi setiap hari senin hingga jum’at diantara pemuda dengan si penjual koran. Namun keesokan harinya, si pemuda itu tidak melihat bapak penjual koran yang biasa mangkal di ujung perempatan jalan. Alhasil, iapun kembali menstater gas motornya dan pergi mencari tukang koran lainnya.
Dua hari kemudian kejadian serupa masih terjadi. Si bapak penjual koran tidak membuka lapak dagangannya dan selama dua hari itu pula si pemuda membeli koran kepada penjajak koran yang lain. Namun sebelum ia menyalakan mesin motornya untuk pergi meninggalkan tempat itu, hatinya tergelitik untuk mengetahui apa penyebab si pedangang langganannya tersebut menutup lapak koran selama dua hari.
Si pemuda ini turun dari motornya dan berdiri di pinggir trotoar jalan. Ia memanggil tukang rokok yang sedang mondar-mandir memasarkan barang dagangannya kepada setiap kendaraan yang lewat.
“Rokok, mas?” Tawar si pedangan rokok.
“Maaf, saya tidak merokok. Tapi saya mau nanya, boleh?” ucap si pemuda.
“Nanya apa, mas?”
“Begini, bapak yang jual koran di pinggir trotoar ini kenapa gak jualan ya?” Tanya si pemuda.
“Oh itu, dia lagi pergi ke luar negeri mas. Ke Amerika. Katanya anak sulung si bapak ini akan wisuda S2.”
Si Pemuda terperangah kaget. Dari penampilan si bapak penjual koran, pemuda ini sedikit tidak percaya bahwa ia mempunyai anak yang kuliah di luar negeri bahkan sampai S2. Usut punya usut, dari pedagang rokok tersebut si pemuda mengetahui bahwa bapak penjual Koran mempunyai dua anak. Si sulung bersekolah di Amerika dan kini sedang menjalankan wisudanya. Sedangkan anak bungsunya yang perempuan berkuliah di Universitas Indonesia dan semuanya itu dibiayai dari hasil si bapak menjual Koran serta beasiswa yang diterima kedua anaknya karena hasil prestasi akademik. Sungguh, betapa takjubnya pemuda tersebut.
Don’t judge book by the cover.  Begitulah pepatah bahasa asing yang sering kita dengar. Terkadang manusia sering menilai orang lain hanya dari penampilan luarnya saja tanpa mengetahui seperti apa orang tersebut, atau menghakimi seseorang tanpa terlebih dahulu mengetahui akar permasalahannya. Sobat Gemintang, ada baiknya kita meninggalkan sikap dan perilaku tersebut. Siapa sangka jika seorang pedagang Koran yang tentu kehidupan ekonominya lebih mapan dari seseorang yang menaiki kendaraan mewah di jalan bisa menyekolahkan dua orang anaknya hingga tingkat perguruan tinggi bahkan hingga S2. Semoga kisah diatas tadi memberi kita pelajaran untuk tidak menilai seseorang melalui penampilan luarnya serta mampu menghargai siapapun yang hadir disekitar kita.

 

Akibat Dari Menyepelekan Sesuatu
 

        

      Dikisahkan suatu sore disebuah kota besar saat jam pulang kantor tiba, jalanan yang semula lengang kini menjadi ramai karena banyak orang-orang yang hendak pulang ngantor. Banyak dari mereka yang menaiki kendaraan pribadi dan banyak juga yang pulang dengan kendaraan umum. Dan sore ini, seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta hendak pulang. Ia biasa pulang dengan menggunakan angkutan umum. Pria ini sering sekali menyepelekan sesuatu. Semua hal dianggapnya remeh. Dan kini, saat jam pulang kantor tiba, saat banyak pegawai-pegawai lain berebutan naik kedalam bus, ia hanya diam dan menunggu bus yang sepi datang.
Menjelang pukul 18.00, antrean bus mulai ramai. Setiap kali rekan kerjanya mengajak ia pulang, pria ini selalu saja berkilah dengan berujar nanti saja. Ia pun memutuskan untuk menunggu di halte sambil membeli jajanan yang dijajakan di sekitar halte tersebut. Sambil makan ia juga menyetel lagu lewat handphone-nya melalui headset.
Tak terasa waktu pun menunjukkan pukul 18.45. Pria yang semula duduk santai kini sudah berdiri diujung halte menanti setiap bus yang tiba. Saat sebuah bus tiba didepannya, ia berfikir sejenak lalu meninggalkannya karena bus itu terlihat tidak bagus dan begitupun seterusnya. Kini, ketika hari telah semakin malam, ia pun mengeluh karena bus sepi yang ingin ia naiki tidak kunjung tiba. Pria ini tidak menyadari bahwa sedari tadi sudah banyak bus yang ia abaikan.
Sepuluh menit kemudian melintaslah bus dengan jurusan arah pulangnya dengan kondisi yang lebih buruk dari bus-bus sebelumnya. Dengan hati yang kesal ia menaiki bus tersebut. Bus itu benar-benar terlihat sudah tua. Suara mesinnya kasar, kaca jendelanya rusak dan tempat duduknya sudah reot. Dan terpaksa pria itu pun menaiki bus tersebut karena waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam.
Sobat Gemintang, mungkin kisah diatas terlihat sederhana, tapi dapatkah Anda menangkap makna dalam yang tersirat dari cerita tersebut? Ya, dalam hidup ini selalu banyak pilihan yang tersedia dan tentu saja pilihan tersebut mempunya kelebihan dan kekuarangannya sendiri. Kisah diatas menggambarkan kepada kita bahwa dalam hidup ini kita tidak boleh menyepelekan hal apapun.
Bus-bus yang dikisahkan tadi adalah serentetan kesempatan yang datang dihadapan kita dan yang disepelekan begitu saja dengan berbagai alasan. Dan pada akhirnya justru mendapat bus dengan kondisi yang jauh lebih jelek. Nah, pernakah Anda berlaku seperti demikian? Saya pernah. Dan inilah pelajaran yang sangat berharga yang saya dapat akibat menyepelekan sesuatu.
Ketika sebuah kesempatan lewat dihadapan kita, kita sering mengabaikannya, menganggap sepele, membanding-bandingkan dan berfokus pada kekurangan. Ya, kita memang berhak memilih, tapi bukan berarti kita berhak merendahkan, membanding-bandingkan dan menilai kekurangannya. Kita tetap bisa memilih tanpa harus merendahkan, membandingkan atau menilai kekurangan dari sebuah kesempatan itu sendiri. Ingat, tidak ada manusia yang sempurna. Jadi untuk apa kita bersikap layaknya manusia yang sempurna? Justru kelemahan dan kekurangan itulah yang menjadikan kita sempurna karena saling mengisi.


 Tetap Maju Menjalani Hidup



    Pernahkah kamu kehilangan sesuatu yang sangat berarti? Entah itu orang yang kamu sayangi atau barang yang kamu anggap berharga? Bagaimana perasaanmu? Apa yang kamu lakukan selanjutnya? Apakah kamu akan berkubang dalam keputus-asaan atas kehilanganmu? Ataukah kamu segera bangkit dan mulai maju ke depan? Hal ini juga dialami seorang musisi besar dunia, Ludwig van Beethoven. Di masa keemasaannya, ia kehilangan pendengarannya dan divonis menderita tuli total! Padahal seluruh hidupnya ia curahkan untuk musik.
 Ketika Beethoven mulai menginjak usia 28 tahun, karya dan namanya sudah tersohor di dunia musik Eropa. Berbagai konser tunggal ia lakoni dan karya gubahannya pun disambut dengan hangat oleh penikmat musik pada waktu itu. Namun, suatu pagi di tahun 1789, ia tiba-tiba tidak dapat mendengar apa-apa. Hal ini mengejutkannya, ia pun menutup rapat-rapat ketuliannya ini karena masih merupakan tuli kambuhan.
Namun, di usianya yang ke-32, tulinya semakin memburuk sampai akhirnya ia tuli total. Dalam keputusaannya, ia pun mulai menulis surat kematian yang tertanggal 6 Oktober 1802. Sambil menangis ia menulis surat itu sampai akhirnya ia tertidur. Namun, keesokan harinya, di dalam keheningan total ia terbangun mengingat suara alam yang biasa didengarnya ketika kecil.
Ia pun berlari keluar dan memandang alam sekitarnya, sambil berkata, “Benar, walaupun aku kehilangan pendengaranku, memoriku akan suara alam masih ada.” Dalam ketuliannya, Beethoven berhasil menelurkan mahakaryanya dalam Simfoni seri I-IX.
Apa yang dialami Beethoven memang sempat mematahkan semangatnya, namun keinginan untuk terus bertahan dalam keterbatasannya lebih besar. Biarlah kisah ini menginspirasi kita untuk tetap bertahan dalam keadaan sesulit apapun. Carilah hal-hal positif yang akan menguatkan kita untuk tetap maju menjalani hidup. Jangan menyerah, teruskan hidup Anda.
 KENALI BATAS KEMAMPUAN MU

– Jody merupakan anak emas di sekolahnya. Ia tidak hanya disenangi para guru, tapi juga sangat diandalkan dan dipercaya teman-temannya. Ia mendapat kepercayaan sebagai ketua kelas di kelasnya dan ketua OSIS di sekolah. Semua anak di tiap tingkat pasti mengenalnya. Hampir di setiap program dan acara sekolah Jody selalu dilibatkan. Ia menjadi siswa super sibuk yang selalu dicari orang. Hebatnya, ia tetap mempertahankan nilai akademiknya, juara kelas selalu ia raih di tiap semester.
Sayangnya, dibalik kesibukan dan prestasi cemerlang Jody, ia sebenarnya sudah sangat kewalahan. Namun demi menjaga perasaan orang-orang di sekitarnya, Jody menyimpan kelelahannya sendiri. Wajah cerah dan senyum sumringahnya berganti desah lelah dan muka letih ketika tak seorang pun melihat. Bagaimana pun tubuh Jody sudah mencapai batas kekuatannya. Siang itu, Jody jatuh pingsan ketika ia sedang mengerjakan soal di depan kelas. Teman-teman dan para guru pun riuh ramai terkejut.
Setelah dibawa ke rumah sakit, Jody didiagnosa mengalami kelelahan yang amat sangat. Sang dokter memaksa Jody untuk bedrest selama tiga hari penuh. Hal ini mengejutkan kedua orang tua dan teman-teman Jody. Orang tuanya merasa bersalah karena tidak menyadari keadaan Jody lebih cepat.
Sama halnya dengan para guru dan teman-teman Jody. Mereka merasa bersalah karena terlalu mengandalkan Jody dan membuat Jody segan untuk menolak. Sejak peristiwa itu,  ada perubahan besar yang terjadi dalam diri Jody. Ia mulai menyadari batas kekuatan tubuhnya dan membatasi kesibukannya mulai saat itu.
Sobat Gemintang, kisah Jody seringkali terjadi pada orang-orang yang tidak menyadari batas kekuatan mereka dan memaksakan diri untuk melakukan segala sesuatunya sendiri. Karena itulah sangat penting bagi kita untuk mengenali batas kemampuan diri sendiri.
Eksploitasi diri yang kelewat batas hanya akan merusak tubuh dan melukai orang-orang di sekitar kita. Ketika kita mendapat tugas yang melewati batas kemampuan kita, ada baiknya kita meminta bantuan dari orang-orang yang lebih kompeten yang dapat membimbing dan membantu kita. Jangan segan untuk mengatakan bahwa Anda tidak sanggup lagi mengerjakan hal tersebut ketimbang menunggu sampai kita sakit terlebih dahulu.